Halloween party ideas 2015

Dengan menerapkan konsep dan metode pemasaran dalam kegiatan politik, para politikus diharapkan tidak hanya mengejar kepentingan pribadi/golongannya saja, tapi kepentingan masyarakat yang diutamakan. Buku ini menyajikan bagaimana strategi pemasaran politik untuk bisa memenuhi tujuan tersebut.


Judul Buku: Marketing Politik, Antara Pemahaman dan Realitas
Penulis: Firmanzah
Penerbit: Yayasan Obor Indonesia
Ketebalan: xii + 358 halaman, dengan ukuran 14,5 x 21 cm

Perkembangan politik Indonesia bisa dikatakan demikian cepat. Dahulu, politik hanya dibicarakan oleh segelintir orang, terutama terkait dengan kekuasaan. Tapi kini, politik telah menjadi buah bibir masyarakat. Setiap orang ingin tahu perkembangan politik baik dalam lingkup lokal maupun nasional.

Perbincangan politik tak harus di forum-forum resmi, tapi di warung kopi pinggir jalan pun bisa. Apalagi kalau menjelang pemilihan umum, pemilihan presiden-wakil presiden, ataupun pemilihan kepala daerah, semua lapisan masyarakat seolah tak mau ketinggalan informasi atau hanya sekedar memperbincangkan dinamika politik tersebut.

Perubahan dan pergeseran pemaknaan politik ini setidaknya merupakan kemajuan bagi perkembangan demokrasi di Indonesia. Hal positif yang bisa didapat seandainya masyarakat membicarakan perkembangan politik atau mengkritisi kondisi dunia politik di sekitarnya adalah bagaimana para politikus bisa bermain cantik dan mendorong kemajuan serta kesejahteraan masyarakat dalam tujuan politiknya.

Selama ini ada pandangan di masyarakat bahwa politik itu cenderung mendekati hal-hal yang kotor. Politik bisa diartikan pula sebagai penggunaan segala cara untuk memperoleh apa yang dikehendaki terutama terkait dengan kekuasaan. Pandangan yang seolah sudah menjadi paradigma ini bisa jadi dikarenakan sudah sekian lama masyarakat dipertontonkan aksi politik yang kurang baik. Para politikus seolah hanya berorientasi pada kekuasaan semata.

Lantaran hal inilah, ada salah satu dosen fakultas ekonomi Universitas Indonesia yaitu Dr. Firmanzah mencoba untuk mengaplikasikan ilmu marketing untuk dunia politik. Terobosan Visiting Professor di beberapa universitas di Perancis (Universite de Science et Technologie de Lille I, Universite de Pau et des Pays de I’Adour dan Universite de Grenoble II), di China (University of Nanchang) dan di Amerika Serikat (Amos Tuck Business School) ini terkesan begitu indah jika diterapkan dengan benar.

Hal itu dikarenakan ilmu marketing sebenarnya juga bisa diartikan sebuah seni untuk menarik orang lain agar tertarik apa yang disampaikan/dijual (baik itu barang ataupun jasa). Malahan, dewasa ini marketing sudah mengalami redefinisi. Banyak sekali institusi (misalnya asosiasi marketing, klub marketing, sekolah marketing) dan peneliti yang secara aktif mengembangkan marketing. Marketing telah berkembang lebih luas dan pesat tidak hanya di kalangan akademisi.

Hampir dipastikan bahwa setiap aspek kehidupan tidak terlepas dari aktivitas marketing: mulai dari iklan yang kita lihat di televisi, majalah, supermarket, papan reklame, sampai hal-hal yang menyangkut komunikasi dan persuasi. Ilmu marketing mengalami perembesan ke segala bidang. Tadinya marketing hanyalah ‘milik’ perusahaan untuk mengejar laba, tapi sekarang telah diterapkan pada semua bentuk usaha atau institusi nirlaba seperti LSM, masjid, gereja, rumah sakit, museum, maupun perpustakaan.

Cara dan metode marketing kini telah digunakan dalam semua aspek kehidupan. Bahkan dalam kehidupan sederhana sekalipun seperti seorang anak yang merayu orang tuanya agar dibelikan sesuatu.

Menurut Firmanzah, marketing juga bisa digunakan di dunia politik. Pandangannya ini dilatarbelakangi keprihatinannya menyimak kehidupan politik di Indonesia. Telah lebih 62 tahun Indonesia merdeka, namun seolah-olah bangsa ini belum mampu melakukan pemilihan umum (Pemilu) yang benar-benar demokratis. Banyak pihak berdalih bahwa sebagai bangsa merdeka kita memang masih muda, sehingga nampaknya pandangan ini seolah menjadi pembenar kondisi tersebut.

Indonesia yang telah sembilan kali melangsungkan Pemilu, namun selalu muncul keluhan bahwa pemilu kita tidak pernah jujur, terjadi kecurangan, dan selalu saja ada pihak-pihak yang tidak bisa menerima hasil pemilu dengan jiwa besar. Pemilu dipandang selalu menimbulkan kesan tidak enak di hati masyarakat. Malahan, sejumlah kalangan menyatakan, pemilu hanyalah basa-basi yang justru menimbulkan kerawanan di tengah-tengah masyarakat. Ajang kampanye dinilai sering menimbulkan keributan yang bisa berkembang menjadi kerusuhan. Pemilu seharusnya bisa menjadi ajang bagi rakyat untuk mencari calon yang bisa menyuarakan kehendak mereka justru menjadi ajang kekerasan yang meresahkan rakyat.

Pendek kata, demokrasi kita memang terus berkembang, tapi belum sampai dalam tahap kedewasaan. Buku MARKETING POLITIK ini seolah ingin meluruskan apa yang terjadi selama ini. Penggunaan ilmu marketing dalam panggung politik setidaknya sudah mulai dirasakan di Indonesia. Tentunya kita bisa melihat banyaknya spanduk, famlet, atau papan reklame yang berisi pesan tertentu dari kandidat bupati/walikota, gubernur, bahkan presiden. Meski cara ini bisa dibilang ‘curi start’, toh belakangan kian marak saja strategi semacam ini.

Pertanyaannya kemudian, “Apakah penggunaan strategi marketing seperti itu cukup efektif dan menyenangkan hati rakyat?”.

Guna menjawabnya, buku ini mencoba menguraikan lebih detail persoalan marketing politik. Tak hanya hal-hal yang bersifat praktis, akan tetapi disertai pula dengan landasan teoritiknya. Buku karya Firmanzah ini seolah ingin melengkapi buku serupa yang pernah muncul. Buku ini tak hanya mengungkap bagaimana aplikasi konsep marketing (dalam hal ini marketing mix) dalam dunia politik, tapi juga memaparkan bagaimana cara dan strategi memahami pemilih (konstituen), pembangunan image politik, pelaksanaan kampanye, hingga pembangunan demokrasi di negeri ini.

Namun, buku ini bagi pemula dirasa cukup berat juga. Apalagi, untaian kata-katanya boleh dikatakan ada beberapa yang susah dicerna dan harus beberapa kali membaca baru memahami maksud dari penulis. Meski demikian, buku ini cukup bagus untuk dijadikan referensi bagi mereka yang terjun ke dunia politik agar tidak menghalalkan segala cara untuk memenuhi ambisinya. 

KP

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.